Si Budi Kecil
Si budi kecil kuyup menggigil
Menahan dingin tanpa jas hujan
Di simpang jalan tugu pancoran
Tunggu pembeli jajakan koran
Menjelang maghrib hujan tak reda
Si budi murung menghitung laba
Surat kabar sore dijual malam
Selepas isya melangkah pulang
Menahan dingin tanpa jas hujan
Di simpang jalan tugu pancoran
Tunggu pembeli jajakan koran
Menjelang maghrib hujan tak reda
Si budi murung menghitung laba
Surat kabar sore dijual malam
Selepas isya melangkah pulang
haha , asyik juga nama ku di jadikan artis dalam lagu ini . Memang bang iwan fals ini mengerti betul kehidupan seorang Budi . Tapi sayangnya aku tidak tau dimana tugu pancoran itu . Asing sekali . Yah wajar saja aku bodoh , tau bagaimana rasanya memakai seragam pun tak pernah , apalagi membaca , tak mungkin aku tau . Beginilah aku , seperti si Budi dalam lirik itu jalan adalah kehidupanku . Tapi aku bukan loper koran . Sangat ironis kalau aku menjadi loper koran tapi tak sedikitpun aku mampu mengetahui semua tulisan yang tercetak dalam kertas itu .
Sore ini hujan , dan aku tidak bisa turun ke jalan . Aku ingin mempertontonkan merdunya harmonika yang kumainkan pada dunia . Hanya itu saja yang bisa kulakukan untuk bisa bertahan di jalanan . Terkadang aku juga mengemis , sebenarnya aku merasa hina jika harus mengemis . Karena yah begitulah , seolah aku malas dan tidak mau bekerja . Namun jika tiupan harmonika ku tak mampu memberi ku recehan untuk membeli makan , tak ada jalan lain kecuali mengemis .
Tidak jarang aku di kira maling . Aduh bapak , tidak pernah ada niatan sedikitpun untuk mencuri . Aku ini sudah bodoh , tak pintar membaca dan kalau aku jadi pencuri lengkap lah alasan malaikat untuk memasukkan aku ke dalam neraka . Seperti tadi pagi , tidak ada recahan untuk membeli sedikit makan , aku pergi saja ke pasar berharapa ada pedagang yang mau bermurah hati sedikit padaku . Tapi aku selalu di usir . Mungkin karena rupaku , kecil , kumal dan bau . Meskipun sudah memohon ,tetap saja tak ada yang iba padaku .
Aku berjalan gontai meninggalkan pasar , pergi saja aku ke warung . Mungkin ibu penjual nasi mau memberi aku sedikit nasi .
“ mau apa kau melihat jualanaku “ gertak ibu penjual nasi .
“ aku lapar bu “
“ heh , kau pikir aku ini ibumu . Pulang sana , kalau kau lapar merengek saja kau pada ibumu “
“ tapi aku sakit bu , butuh sedikit makanan “
“ tidak peduli kau sakit , aku pun berjualan disini pun untuk mencari uang . Enak saja kau meminta-minta . “
di gertak seperti itu aku pun pergi . Tidak berani lagi aku berurusan dengan orang-orang di pasar ini , semuanya menakutkan .
Ah , dadaku sakit lagi . Udara dingin karena hujan yang bertemu dengan senja membuat kota ini menjadi semakin dingin . Perutku kosong , badanku menggigil dan aku kesepian .
Kumainkan harmonikaku , sayup karena bersaing dengan derasnya air hujan . Persimpangan jalan ini semakin ramai saat senja . Biarlah , meskipun hujan kuterjang sana . Tidak sanggup lagi aku menahan lapar . Dan dadaku pun semakin sakit karena menerjang hujan .
Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang, lemas jarimu terkepal
kumainkan lagu itu dalam iringan harmoni tuaku . Tidak ada yang mendengar . Dan tidak ada satupun kaca mobil yang terbuka mengulurkan recehan mereka . Ah , mimpi . Aku berharap aku bermimpi bisa makan enak malam ini . Biarlah cuma mimpi , karena dalam dunia nyata makan begitu susah di cari .
Kepalaku pusing , beradu dengan dadaku semakin sakit . Ku cari tempat di emperan-emperan toko. Beginilah aku , tak pernah beralas dan berselimut saat tertidur .
“ Tuhan , biarkan aku bermimpi indah malam ini . Makan enak mungkin , atau mimpi bersekolah , atau mimpi bertemu Presiden . Tolong Tuhan kabulkan doa ku itu meskipun hanya dalam mimpi . Amin “
aku tertidur , membawa rasa lapar , dingin dan juga rasa sakit jauh kesana ke alam mimpi . Dan besok , saat aku terbangun aku akan kembali memainkan harmoni tuaku . Biarkan aku mencari recehan untuk makan , agar saat aku tertidur , aku tidak kelaparan .

Komentar