Chef
Bali, 20 November 2012
“Hari ini kita pesta besar Athena. Ada banyak daging untuk malam ini. Kau mau Swedish meat balls?”
Aku menawarkan Athena, anjing german shepherd
peliharaanku, Swedish meat balls sebagai menu makan malam kami berdua. Athena
satu – satunya sahabat yang selalu menemaniku di rumah, menungguku dengan setia
walaupun aku pulang larut dari restoran tempatku bekerja. Aku memang tinggal
sendirian, anak dan istriku tinggal jauh dari sini, Jakarta. Mereka rutin
mengunjungiku, biasanya tiap akhir pekan mereka semua selalu datang. Tapi selain
itu, aku biasanya sendirian, oh aku lupa, aku bersama Athena.
Bali, Oktober 2012
Wajahnya memang tidak menarik, tapi cukup
manis dengan mata coklat gelap dan alis hitam lebat yang menjadi hiasan terbaik.
Kedua bibir tipis itu surga, surga yang begitu memabukkan. Dari bibirnya selalu
keluar cerita yang tidak pernah habisnya, dari bibirnya selalu muncul senyuman
terindah yang selalu bisa membuat kupu – kupu di perutmu tidak berhenti terbang.
Aku suka menciumnya lama dan dalam – dalam. Bibirnya begitu manis, serupa
Bodega Norton Reserva Malbec, red wine favorit kami berdua yang beraroma rempah
dan vanilla. Manis dan memabukkan. Itulah dia.
Kami suka menghabiskan waktu di dapur berdua
selepas aku bekerja. Sebenarnya aku bosan, di tempat kerja atau di rumah, dapur
selalu menjadi tempat utama. Tapi aku tidak keberatan karena ada dia. Dia yang
memaksaku untuk terus sibuk di dapur sementara dia hanya duduk diam
memandangiku yang sibuk dengan aneka bahan makanan dengan tatapan yang dalam. Saat
kutanyakan kenapa dia begitu suka memandangku dengan diam, dia bilang aku
seperti malaikat. Malaikat tertampan yang tidak bersayap, melainkan memakai
apron yang bergelut dengan minyak dan aneka rupa teman baiknya.
Malam ini dia hanya memintaku membuatkan
salad, avocado shrimp salad. Kalau hanya salad, ini tentu bukan tugas berat. Aku
hanya perlu menyusun alpukat, udang, paprika dan semua pelengkapnya lalu ku
aduk dengan minyak zaitun, balsamic vinegar dan sour cream, dan voila, jadilah
menu makan malam kami berdua.
Kami mengenang waktu di mana kami berdua baru
bertemu. Sebenarnya dia salah satu pengunjung di restoranku. Waktu itu aku
menghidangkan hot foie gras with white
cabbage tortellini with black truffle sauce. Dia bilang dia sangat menyukai
masakanku dan ingin bertemu dengan orang yang berhasil membuatnya jatuh cinta
dengan makanan yang barusan dilahapnya. Kami pun berjumpa dan seketika aku
jatuh ke dalam tatapan mata coklat gelapnya.
Dia tahu aku sudah menikah, sudah memiliki
satu anak pula. Tapi dia tidak peduli, dan aku pun seperti lupa pada keluargaku
di Jakarta. Kami pandai mengatur waktu, setiap hari ia ada di tempat tidurku
atau di tempat lain di penjuru rumah kecuali hari sabtu dan minggu. Dia melengkapiku
dengan sempurna, aku jatuh cinta dengan mata coklat gelapnya, bagian indra
manusia yang tidak pernah berubah. Dia mencintaiku dengan segala rasa, rasa
yang diyakininya hanya ada di genggaman tanganku saja.
Dia menggenggam tanganku, dimainkannya cincin
yang selalu tersemat dengan lugu di jari manisku sementara wajahnya terbenam di
dadaku. Wajahnya selalu berubah muram dan percakapan kami selalu berubah
menjadi tidak menyenangkan. Seperti sekarang, dia memintaku untuk melepaskan
cincin ini dari jariku. Aku menolak dan dia berteriak.
Dia bilang aku tidak mencintainya dengan
sungguh – sungguh. Dia bilang dia hanya pelarian dari semua rasa sepiku. Dia menginginkan
pengakuan. Pengakuan menjadi satu – satunya dan bukan yang kedua. Dia ingin aku
mampu menjadi seorang pria yang bangga untuk menggenggam tangannya di manapun
kami berada, bukan hanya di dalam kamar saja. Dia ingin aku meninggalkan
keluargaku di Jakarta lalu memulai hidup baru dengannya bersama Athena.
Aku menolak.
Bali, 20 november 2012
Aku dan Athena sudah selesai menghabiskan
makan malam kami berdua, walaupun di meja masih banyak tersisa dan aku tidak
tau harus dilarikan ke perut siapa. Aku duduk malas di depan Tv sambil menonton
berita, hal yang sangat jarang kulakukan karena biasanya aku tidak memiliki
waktu untuk duduk menatap layar kaca. Ada berita tentang hilangnya seorang
ekspatriat dari Australia, namanya James Nord. Pria muda pengusaha berusia menjelang kepala tiga.
Tok tok ..
Aku dikejutkan dengan ketukan di depan pintu,
berkali – kali dan terburu – buru. Dengan malas aku membuka pintu dan aku
melihat beberapa tamu berdiri berseragam coklat, sebagian berjaket kulit dan di
pinggangnya terselip pistol dengan barisan peluru penuh. Kebetulan ada tamu,
aku bisa mempersilahkan mereka duduk dan menawarkan mereka untuk menghabiskan
bola daging yang tadi kusantap bersama Athena.
Aku diinterogasi, berkaitan dengan pria muda
Australia yang muncul di berita beberapa menit yang lalu. Mereka bertanya apa
aku mengenalnya, kujawab iya. Mereka bertanya apakah aku mengetahui dimana
James Nord sekarang, mereka bilang James Nord sudah hilang hampir sebulan dan
aku menjawab hanya dengan senyuman masam.
Ku tunjuk mangkok besar berisi bola – bola daging
yang sudah mereka makan. Mereka kebingungan. Berkali – kali mereka bertanya
dimana James Nord sekarang dan berkali – kali pula ku tunjuk mangkok besar di
tengah – tengah meja makan.
Di situlah James Nord sekarang, James Nord
mantan pacarku tidak lagi ada di tempat tidurku. Oh, sebagian James Nord juga
masih ada di panci yang sedang kupanaskan.
dan selamat makan.....

Komentar